Sabtu, 16 Agustus 2008

ekspor perikanan

Ekspor Perikanan Bukukan Devisa Rp 84,1 M

++Sepanjang Semester I Tahun 2008

RADAR PALEMBANG, KELAUTAN – Perolehan negara melalui ekspor perikanan setiap tahun kian membaik. Bila semester I tahun 2007 lalu ekspor mencatat angka sekitar 58 ribu ton ternyata mampu membukukan perolehan devisa negara sebesar Rp 70 miliar. Kondisi ini membaik pada 2008, yang pada semester I 2008 ini mampu meraup pendapatan devisa hingga Rp 84,1 miliar.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel Sri Dewi Titi sari didampingi Kasubdin Program A Mukohir, Kasubdin Usaha Ismail Daud dan Kasubdin Produksi Boy Hermansyah, menjelaskan, sebenarnya perkembangan ekspor produksi ikan sempat terpukul sejak tahun 2007 lalu.

Ketika itu, mencatat devisa Rp 140 miliar dari perolehan devisa tahun 2006 mencapai lebih dari Rp 150 miliar, karena saat itu BBM mulai naik diakhir tahun menyebabkan perolehan hasil ikan tangkap dari para nelayan turun drastis.

Produksi ikan kembali stabil pada awal tahun 2008 lalu, membuat para nelayan kembali mulai melaut. Sementara para pemilik tambak, tetap bertahan meskipun harga pakan, bibit juga mulai merangkak naik. Sehingga pencapaian ekspor ikan semester awal 2008 ini masih signifikan lebih tinggai dari tahun 2007 pada periode sama.

Namun, kata Sri Dewi, pihaknya belum bisa menargetkan bahwa kenaikan produksi dan ekspor ini akan berlangsung hingga akhir tahun. Karena dengan naiknya harga minyak mentah dunia menyentuh level 140 ribu US Dolar per barrel dan baru mulai turun beberapa hari terakhir mencapai 126 ribu US Dolar per barrel. “Dan ini, ternyata belum mempengaruhi pada penurunan harga pakan ternak ikan masih bertengger di harga Rp 6.000 per kilogram,’’ ungkap m.

Begitupun harga komponen produksi lain seperti bibit ikan naik hingga 30 persen dan juga komponen biaya transportasi dan lainya. Sehingga pihaknya memprediksi kenaikan hanya akan mampu bertahan di angka minimal sama pada semester dua tahun ini.

Tak hanya para nelayan mengurangi aktivitas melautnya, biasanya sepekan baru pulang, sekarang hanya 2-3 hari sudah pulang. Tapi para pengusaha tambak, juga banyak bersifat pasif mengurangi produksi karena biaya bibit cukup tinggi.

Mengenai harga ikan dunia, menurutnya cukup bagus sekali. Hampir tiap tahun mengalami kenaikan. Oleh sebab itulah, untuk mengimbangi perkiraan penurunan volume produksi, pihaknya akan mempertahankan bebera jenis komogitio andalan eksport guna mempeertahankan angka devisa yang masuk tetap besar.

Komoditi udang beku, peertama mampu mencatat devisa tertinggi hingga Rp 75,7 miliar. Lalu Kodok beku Rp 5,5 miliar, Ikan betutu menyumbnag Rp 333,4 juta, Ikan Hias menyumbang Rp 2,2 miliar, Ikan betutu beku menyumbang Rp 36 juta, dan jenis ikan hidup lainya menyumbang Rp 267 juta.

Semua itu, akan dipertahankan melalui pengetatan standart mutual. Menjaga seluruh starilisasi produksi dari Hulu ke Hilir. Baik pakan yang tidak mengandung obat kimia, bibit yang unggul serta system pengolahan yang benar dengan standart food scurity berstandart UNI EROPA.

Titi juga menjelaskan, munculnya prospek baru yang akan dikembangkan oleh Sumsel. Yakni jenis ikan Baung. Selain harganya mahal mencapai 3 kali lipa ikan patin atau sekitar Rp 30 ribu per kilogram. Ikan baung ini sekarang sudah bisa dibudidayakan melalui metode terbaru.

Menggunakan metode ‘kawin suntik’. Melalui perangsangan jantan dan betina saat telur si betina sudah mulai matang, maka si jantan harus dikawinkan di habitat air tawar bisa juga habitat air laut. Periode ini bisadilakukan 3 bulan sekali.

Cara lain agar produksi Baung sesuai dengan target waktu, adalah membnerikan makan banyak protein pada ikan betina, agar cepat matang indung telurnya. Pola ini diyakini akan mampu membudidayakan Baung secara berkesinambungan melalui pola tambah Jaring Apung atau kolam air tenang.

Bahkan, selain saat ini Baung sudah mulai diuji cobahakn di balai benih Ikan (BBI) UPTD Air satan. Tahun depan, pun telah disipakan lahan seluas 11 hektar di MURA dibagi dalam dua lokasi guna dilakukan budidaya ikan Baung.

Sasaran pasarnya, Titi mengaku masih lokal, dan propinsi tetangga seperti Bengkulu, Lampung, Jambi. Untuka eksport masih akan dijajaki dahulu. Karena potensi eksport jenis ikan ini biasanya tak bisa masuk di negara UNI EROPA, tapi di luar UNI EROPA.

“Selanjutnya, MURA akan dijadikan sebagai pusat pembenihan.Sehingga mampu mendistribuiskan ke 14 kabupaten/kota lainya, saat benur berukuran 5-8 centi meter,’ kata Titi lagi.(ayu)

Tidak ada komentar: