Sabtu, 16 Agustus 2008

Arsitektur

ARSITEKTUR

Bangunan tak

Penuhi Estetika

++Kebanyakan Hanya Konvensional

RADAR PALEMBANG, ESTETIKA-Konstruksi bangunan yang ada di Kota Palembang kebanyakan belum sepenuhnya dianggap memenuhi kriteria estetika arsitektur. Bangunan dibuat asal jadi tanpa memperhatikan keindahannya.

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Sumsel, HKM Isnaini Madani MTP MSi IAI menjelaskan, kebanyakan bangunan di Palembang masih berkesan konvensional, tidak ada sentuhan modern yang ditunjukan. Kalaupuan ada hanya terbatas pada bangunan yang baru akan dibuat atau bangunan yang telah mengalami renovasi. ”Tapi bukan berarti bangunan lama ini tidak memenuhi estetika,” ujarnya.

Isnaini sulit menjelaskan kriteria estetika versi arsitek itu, namun yang jelas harus memenuhi unsur keseimbangan, keselarasan serta keharmonisan. ”Biasanya jika satu orang menyatakan itu indah yang lain akan mengikuti, mungkin ada yang berbeda pendapat tapi hanya satu dua orang saja,” kata Isnaini.

Bila dihitung secara persentase bangunan baik kantor, perumahan, hotel, toko atau bangunan lainnya yang telah memenuhi kriteria estetika hanya sekitar lima persen. Utamanya, bangunan-bangunan skala besar hampir dapat dipastikan sudah memenuhi kriteria seperti bangunan hotel, mall, ataupun pusat olahraga. Bangunan besar hampir dapat dipastikan menggunakan tenaga arsitek dalam setiap konsep bangunannya.

Namun, tidak semua bangunan tersebut sudah dapat dinyatakan baik ada beberapa yang juga berkesan cepat jadi. Seperti salah satu bangunan hotel yang berlokasi di seputaran Jalan Sudirman Palembang, meski mengusung konsep luar negeri tetapi bangunannya terlihat tidak indah.

Bangunan yang sudah dianggap baik antara lain, bangunan Hotel Aston, Hotel Horison, Hotel Novotel, Gedung BI, BII, BNI, Gedung Jasa Raharja serta Gedung PLN A Rivai. ”Kalau kita lihat dari luar Hotel Novotel itu kesannya masif tetapi ketika masuk ke dalam bangunan bangunannya sangat indah,” tutur Isnaini.

Disinggung perlukah memasukan unsur kedaerahan dalam setiap bangunan sebagai ciri khas bahwa itu bangunan Palembang, dia mengatakan, untuk memasukan unsur daerah dalam bangunan perlu diwaspadai. Sebab, seringkali bentuk bangunan kedaerah yang dirancang seorang arsitek dianggap tidak sesuai dengan bangunan daerah sebenarnya.

Disamping itu, dengan memasukan unsur kedaerahan dikhawatirkan akan meruntuhkan nilai-nilai daerah tersebut. Rumah limas yang jadi ciri khas bangunan Palembang, apabila dijadikan bangunan tertentu akan mengurangi kesan menumentalnya. Misalnya bentuk limas digunakan pada bangunan di pos penjagaan satpam atau wc umum tentunya agak kurang pantas. Lain halnya bila dipakai dalam bangunan gedung parlemen, kantor walikota atau bangunan yang lebih pantas lainnya.

Saat ini perkantoran yang menggunakan kesan limas itu ada pada bangunan gedung BNI Musi yang berlokasi di depan rumah Pangdam II Sriwijaya. Namun, konsepnya tidak murni limas melainkan digabungkan dengan bangunan modern dibelakangnya.

”Walikota juga tidak menginginkan bangunan di Palembang ini seluruhnya menggunakan konsep limas seperti Sumatera Barat. Kesan monumental harus dipertahankan,” ujar Isnaini.(ade)

Tidak ada komentar: